14/10/08

jejak lankah

Jejak KPA Mersi di LLA Lindri Land Rock XVIII

Posted by: mersi on: Mei 23, 2008

By: Kikie (Team KPA Mersi)

Perjalanan ini……

Kali ini Lomba lintas alam lindri land rock XVIII diadakan di desa Ngentrong kec. Campur darat Tulung Agung Jawa Timur. Rombongan kali ini terdiri dari 5 orang, semuanya berasal dari mahasiswa jogja asal sumatera barat yang sedang berada di rantau. Lebih sedikit memang jika dibandingkan dengan rombongan yang mengikuti lomba yang antebellum diikuti di klaten. Mungkin karena kesibukan para anggota lain dalam kegiatan perkuliahannya masing-masing yang memang saat ini sedang dalam persiapan untuk ujian akhir semester. Namun sedikitnya anggota tidak menyurutkan niat dan ambisi kami untuk berangkat mengikuti lomba dengan membawa nama besar Asrama mahasiswa sumatera barat Merapi-Singgalang Yogyakarta.

Mungkin karena komitmen yang sebelumnya telah kami sepakati juga. Kelima ”bed packer” itu adalah : D ’oeT doank, Dhodie (fak.kedokteran hewan UGM), Kie-kiE (fak.ekonomi UMY), OesMan ( fak.UGM), dan ArieF (Ca-Mah UGM). 3 hari pra-keberangkatan, kami semua telah sibuk untuk mencari alat-alat yang diperlukan untuk berangkat besok harinya. Ada yang minjem, mbooking alat temen, dan juga beli alat-alat tersebut, seperti : sleeping bed, senter, jas hujan, matras, kerel, sabun, rokok???(semuanya aja deh…). Karena itu, kami juga berterima kasih kepada teman-teman semua yang telah dengan rela hati untuk meminjamkan alat2nya maupun yang mensupport kami untuk mengikuti lomba ini.

Dan pada hari ”h” keberangkatan di jum’at malam 16 mei 08, terjadi sedikit masalah pada rombongan kami. Ternyata kereta api yang akan kami tumpangi ke arah surabaya pada pukul 24:00 itu tidak ada. Entah siapa dulunya yang punya informasi tentang adanya kereta yang akan berangkat pada jam tersebut. Karena itu, penulis dan Dhodie mendapat tugas untuk mengecek jam keberangkatan kereta yang kearah surabaya lainnya di stasiun lempuyangan jogja.

Dan ternyata…………..Alhamdulillah…ada!!! yaitu kereta Gaya baru malam dari jakarta-surabaya. Namun kereta tersebut tidak berhenti di stasiun kediri, hanya di stasiun Solo dan stasiun Malang. Kereta berangkat dari stasiun lempuyangan dijadwalkan oleh petugas pada pukul 21:40, dan pada waktu itu jam sudah menunjukkan pukul 20:55. dengan buru-buru, penulis dan Dhodie tancap gas pulang ke asrama untuk memberitahukan kepada anggota yang lain untuk bersiap-siap.

Semua barang-barang dicek kembali oleh ketua rombongan D ’oeT doank untuk memastikan kesiapan para anggota. Dan memang, ternyata senter-senter yang telah dikumpulkan ada yang rusak sehingga jumlahnya berkurang!!! Setelah dipijit-pijit dan dibacakan mantra oleh bang Kho-mAr, salah satu senter yang rusak berhasil hidup. Ada satu senter lagi yang masih ngeyel, yang membuat bang Kho-mAr menyerah angkat tangan. Senter adalah alat yang paling krusial (krusial apaan siiih!!!) pada lomba kali ini, karena start perlombaan dimulai pada pukul 12 malam.

Bayangin aja,, ngeri kan (belum dibayangin udah ngeri,, piye sih dab!?) apabila kami berjalan sewaktu lomba tanpa alat penerangan ini. Dan kami juga percaya jika senter ini termasuk dalam kriteria penilaian panitia lomba dalam hal perlengkapan peralatan. Dan akhirnya dengan naluri minjem yang tajam, penulis mencoba untuk menanyakan kepada Wan In apakah mempunyai senter, karena untuk sedikit informasi, Wan In mempunyai peralatan-peralatan kegiatan alam yang paling lengkap di Asrama. Maklum, Wan In adalah senior kami juga di KPA MERSI(Kelompok Pencinta Alam Merapi Singgalang). Setelah semuanya dirasa lengkap, waktu sudah menunjukkan pukul 21:30. Setelah cross-check selesai, kami pamitan dan mohon do’a dari semua warga Asrama Merapi-Singgalang.

Keberangkatan kami diiringi dengan letusan mercon warga sekitar dan pelajar smu 4 jogja yang sangat indah dan berwarna-warni. He,,, numpang moment gitu loh….,, kami diantar ke stasiun lempuyangan jogja oleh saudara-saudara seatap di asrama: saudara erick-yix, saudara Egha, saudara Yusra, saudara Andri-guys, n saudara ……Setibanya di stasiun pukul 22:10, kami langsung mencari informasi apakah kereta telah lewat atau belum. Dan Ternyata memang benar lirik dalam salah satu lagunya bang Iwan Fals ” kereta terlambat 2 jam itu biasa” ,,, dan hal ini menguntungkan kami dalam situasi saat ini(he,,ternyata ada manfaatnya juga lho bang Iwan).

Pukul 22:25, kereta akhirnya datang dan kami langsung mencari tempat di gerbong yang kosong. Karena tidak ada tempat yang kosong, kami akhirnya duduk di sambungan gerbong belakang bersamaan dengan teman-teman yang biasa ngamen di kereta. Suasana ini sangat berkesan sekali, khususnya bagi penulis. Karena penulis baru kali ini naik kereta di tanah Jawa, dan kesan pertama ini sangat menggoda(opoh ikih,,,). Naik kereta ke-dua kalinya (solo-tulungagung) juga begitu halnya, sangat berkesan sekali!!! Kesan kedua sangat menggoda(opoh meneh iki,,,). Sesampainya di stasiun tulungagung, kami langsung mencari mushola untuk melaksanakan sholat Shubuh. Setelah selesai sholat dan istirahat sejenak, kami langsung bergerak jalan ke arah terminal tulungagung. Sewaktu baru di luar stasiun, kami bertemu dengan mbak2 cakep(kata D ’oeT doank lho) yang sedang mendorong sepeda motornya yang sepertinya lagi rusak. Kami langsung nanya dimana terminal tulungagung.

Dengan logat yang suanguatt medhok kami diberitahu kalau terminal tidak terlalu jauh dan kami sudah berjalan di jalan yang benar(opo iki…). Hubungan simbiosis mutualisme pun terjadi antara kami, penulis mencoba melihat keadaan motor. Mulai dari mengecek bensin(nggak lucu kan klw ternyata bensinnya yg habis!!!???), sampe ke cangkok businya. Dan memang, cangkok tersebut sedikit longgar sehingga masukan api dari CDI ke busi tidak ada. Setelah itu dengan meng ”engkol” sambil mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim,, fuahh…motor itu langsung hidup. Hore..!!!!?? setelah itu si mbak berpelukan dan cipika-cipiki dengan kami (whuuu,, maunya!!!!). Nggak kok, nggak gitu kok kejadiannya. Udah ya, lewat ya….,, nyampe di perempatan ”trotoar keramik” kami nanya lagi ke mas2 kondektur angkot (nyinyia….!!!). dan eee… nggak taunya si mas kondektur itu ngelakoni angkot yang mau ke pantai popoh, tujuan kami itu.

Setelah sedikit negosiasi dan tarik-ulur masalah..,, masalah apa hayo???yoi… (pitih..kapitih/uang)Langsung aja tanpa basah-basah eh salah basa-basi, kami naik kemobil angkot yang ”lumayan” tersebut. Setelah melewati perjalanan yang kurang lebih memakan waktu 1jam itu, akhirnya kami tiba di lokasi lomba. Sebelumnya kami sedikit tidak percaya lho,, kalo itu lokasi lomba nya. Karena dengan scope lomba yang nasional, tentunya ada petunjuk-petunjuk yang dapat ditemui di pinggir2 jalan seperti spanduk, umbul2, famflet, atw petunjuk lain yang memudahkan peserta lomba untuk menemukan lokasi. Namun kami ambil positifnya aja(karena dari dulu kami memang pemuda-pemuda yang berpikiran positif gitu loh).

Dan ternyata feeling kami betul, lokasi sekretariat panitia lomba dipindah ke lokasi lombanya. Begitu sampai, kami langsung berinisiatif untuk mencari warung makan terdekat (inisiatif po lapar mas!!). setelah nyampe di warung makan, langsung saja kami serempak request nasi ayam(he..pitih banyak!?) kecuali D ’oeT doank, yang secara ”berani” mesen soto nasi aja. Ternyata si Mamie pemilik warung makan itu suanguatt bbaik sekale. Kami dipersilahkan mandi dan istirahat di rumahnya(monggo mas- monggo…), setelah puas istirahat dan nonton-nonton tv di rumahnya kami pamit ke masjid untuk sholat dzuhur, karena waktu sholat dzuhur telah masuk. Nyampe di masjid, kami heran kok masjid masih sepi ya padahal waktu dzuhur kan telah masuk. Karena teras masjid kelihatan sedikit kotor, kami inisiatif lagi untuk membersihkannya(ini baru inisiatif!!). setelah sholat kami istirahat lagi di teras masjid, maklum perjalanan dari jogja sangat menguras tenaga kami (apalagi di kereta tuh).

Setelah masuk waktu Ashar, kami sholat berjama’ah lagi(bukan korupsi berjama’ah lo??), setelah selesai sholat, kami didatangi seorang bapak muda. Setelah sedikit berbasa-basi rupanya si bapak juga salah satu anggota lomba yang mengambil di jalur perorangan 35 tahun ke atas. Tentu saja perbincangan menjadi seru karena si bapak muda ini juga telah pernah mengikuti lomba Lindri Land Rock ini di lokasi yang sama. Dan juga tentunya D ’oeT doank seperti mendapat seorang teman ngobrol yang sebaya dengannya(huahuaahaaahaa). Setelah mendapat informasi yang cukup, kami kompak untuk mendaftar setelah sholat isya aja karena perjalanan dari masjid ke sekretariat cukup jauh (3 kilo-an). Setelah sampai di sekretariat, kami langsung memesan tiket lomba(tiket??).

Sementara kami istirahat, saudara Dhodie datang dari antrean dengan wajah kecewa dan sedikit mesumnya. Saudara Dhodie mengatakan kalau insert lomba telah habis diborong peserta. Sontak saja kami semua langsung panik, udah jauh-jauh dari jogja mau lomba ee.. nggak taunya nggak bisa ikutan lomba. Untungnya setelah mendinginkan kepala di antrean yang umumnya remaja n remaji (lho??, mendinginkan kepala kok di antrean??hayo,,ngapain tuh!!???) kami menemui panitia dan mengatakan kalau kami sudah booking insert lomba 3 hari sebelumnya, kami disuruh tunggu dan sementara si mbak panitia itu mau menemui ketua umum panitia untuk menanyakan perihal ini.

Setelah menunggu kurang lebih 10 menit, kami disuruh masuk ke dalam loket pembelian insert, di dalam loket kami bertemu dengan ketua umum panitia pak Totho, beliau menjelaskan kalau memang yang booking sudah di masukkan kedalam kelompok peserta sampai pukul 11 malam. Kami bersyukur sekali mendengar penjelasan beliau, dan setelah itu si Mbak panitia tadi membimbing kami untuk mengisi formulir pendaftaran. Mbak itu juga mengatakan kalau memang terjadi missunderstanding antar panitia saat ini. Setelah di dalam, penulis and D ’oeT doank kaget dengan sapaan mbak Lindri dari panitia lainnya terhadap mbak yang membimbing kami itu. Lindri??,,,,
Penulis : masak mbak ketek ko yang si lindri tu da ut??
D ’oeT doank : tu lah,, aden paniang lo komah. Masak iyo paja ko si Lindri, kemat pulo lai tuh…he…
Setelah memastikan dengan sepasti-pastinya, kami berdua baru percaya kalo mbak itu memang Lindri ”si pembuat rekor MURI”.

Kami berlima dibagi menjadi 2 kelas lomba, D ’oeT doank, OesMan, n ArieF dikelompokkan dalam satu team, sementara penulis(KiekiE) dan Dhodie dipisah dalam kriteria peserta perorangan putra. Melihat banyaknya peserta yang ikut, kami mengalami sedikit nervous sebelum lomba. Lebih kurang pukul 10:20 malam, daerah lomba diguyur hujan yang lumayan deras. Hal ini membuat kami lebih tegang lagi(apaan tu???), karena kami belum pernah melihat medan yang akan di lalui apalagi di saat hujan seperti ini. Ternyata hujan hanya sebentar(cuman 10 menit), kata peserta lain yang berasal dari daerah setempat ini adalah hujan yang disengaja diturunkan untuk membasahi jalur lomba agar tidak terlalu berkabut(hmm,,gitu ya??menurut kami semua hujan emang disengaja,, tul gak??). kelompok kami yg terdiri dari team mendapat nomor dada di urutan 166, sedangkan penulis dan Dhodie yang di peserta perorangan putra mendapat nomor dada berurutan yaitu 691 dan 692.

Setelah menunggu sampai pukul 12 teng, akhirnya lomba pun dibuka oleh ketua umum panitia pak Totho(ini baru disiplin), karena jumlah peserta yang sangat bbuanyuak (lebih kurang 3000 peserta)lapangan start pun menjadi bbuecuekk. Dan kami pun(KiekiE n Dhodie) start di gelombang ke7 pada pukul 01:20. Setelah dilepas start lebih kurang 200m perjalanan, kami disuguhkan tantangan pertama yaitu menyeberang sungai dengan jaring ikat (seru kan!!), tantangan pertama ini membuat sedikit sepatu kami menjadi basah dan ini menyulitkan kami untuk naik di jalanan yang bbuecuekk (apo ko!!?!??). Kami berdua adalah peserta perorangan, namun karena nomor dada kami berurutan, kami kompak aja buat jalan bareng dari start dan toh banyak juga peserta lain yang seperti ini.

Di depan panitia, kami berdua berlagak adalah peserta yang berbeda yang barusan kenal di lokasi start. Sehingga terpaksalah kami berbahasa Indonesia raya(patah-patah lidah kami waktu itu ma, tapi gimana lagi,, terpaksa kita) >> lebih kurang seperti itu. Sesampainya di daerah perkampungan kami baru sedikit lega karena jalannya terbuat dari beton campur aspal dikit buanget. Dengan diiringi kicauan para remaja yang tengah menikmati malam dan kebetulan itu adalah malam yang panjang dan malam yang asyik buat pacaran, malam apa hayo??(yoa, malam minggu!!,, itu se ndak tau!!) kami melintasi daerah perkampungan tersebut lebih kurang 30 menit yang akhirnya pindah ke jalur jalan raya. Petunjuk jalan dalam lomba ini hanya goresan cat berwarna merah berlogo panah, tak ada lagi embel2 lain.

Dan setelah melewati jalur jalan raya selama lebih kurang 40 menit, kami di hidangkan tantangan kedua, yaitu menaiki jalur berbatu keras bekas pertambangan bahan dasar keramik. Jalur mendaki ini lebih kurang 600m, dan memakan waktu satu jam. Setelah melewati jalur mendaki ini barulah bertemu pos 1, di pos ini kami disuruh lapor nomor dada dan memberikan kartu start pos 1. penulis istirahat dulu sejenak sementara saudara Dhodie terus melanjutkan perjalanan ke pos berikutnya sehingga kami berpisah dari pos 1 ini. Dari pos 1, perjalanan sangat bervariasi, kadang menurun, kadang mendaki, namun sepertinya lebih banyak mendaki deh. Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 45 menit kami berhadapan dengan rute pinggir pantai, tantangan kali ini adalah menyeberangi muara sungai dengan menggunakan seutas tali tambang sebagai tuntunan jalan.

Dan setelah itu, kami menyusuri bibir pantai yang berjarak sekitar 150m, setelah itu kami dihibahkan lagi sebuah tantangan lain, yakni mendaki tebing yang sedikit terjal dengan bantuan seutas tali tambang yang berketinggian lebih kurang 17m(asyik kan!!). Dan setelah berjalan lebih kurang 200m, kami harus menyusuri perkebunan jagung yang sangat panjang dan membingungkan karena petunjuk jalan(cet merah berlogo panah) sangat sulit ditemui, yoa.. tak ayal lagi disini banyak peserta yang kesasar. Jalan yang kecil dan bergelombang, ditambah lagi dengan petunjuk jalan yang sulit ditemukan sangat membuat penulis lelah. Karena itu penulis berhenti sejenak untuk mengambil nafas dan menenangkan pikiran. Untung saja penulis membawa sleeping bed nya si Kho-Mar sehingga membuat badan tetap hangat dan tidak terlalu dingin. Setelah santai sejenak dan menghabiskan 2 batang rokok + ngombe, penulis melanjutkan perjalanan. Setelah berjalan berteman bulan purnama dan suara jangkrik yang mendamaikan hati lebih kurang 1,5 jam akhirnya penulis sampai di pos 2 pukul 05:10(seperti biasa lebih kurang, he..). Istirahat lagi dan siap melanjutkan perjalanan ke pos 3. Sekitar 20 menit berjalan, penulis bertemu dengan mulut goa yang di bawahnya jurang dengan batu dan malaikat maut yang siap menanti.

Penelusuran goa ini memiliki tantangan yang bervariasi, mulai dengan menyeberang dengan menggunakan tali tambang, memanjat dinding goa, dan berjalan di batuan yang sangat licin. Tidak saja hubungan dengan alam yang ditekankan disini, tapi juga hubungan dengan sesama peserta sangat penting dijaga dan dilaksanakan dengan baik. Karena melihat route yang seperti ini, tidak mungkin kita akan berjalan sendiri tanpa bantuan peserta lain. Di goa ini, penulis mempunyai cerita yang lucu dan sedikit nyentrik(???). Begini ceritanya,, eng..ing..eng.. setelah menyusuri arus air yang ada di dalam goa, peserta diwajibkan untuk melewati jalur pemanjatan yang telah ditentukan panitia.

Nah, disinilah peran peserta lain terhadap kita sangat diperlukan, mengulurkan tangan untuk membantu peserta lain yang akan naik dari arus air. Sewaktu giliran penulis menaiki jalur pemanjatan, sialnya tidak ada peserta lain yang berada di atas untuk membantu menarik badan penulis. Sebenarnya panitia yang berada disitu telah mencoba membantu penulis untuk naik, namun karena kondisi penulis saat itu yang sedang berada pada keadaan High Confident , mencoba untuk menaiki sendiri jalur pemanjatan dengan mengindahkan uluran tangan dari panitia.

Sewaktu naik pertama sih sukses, nah…. sewaktu penulis menginjakkan kaki pada pijakan terakhir itulah terjadi accident itu. Kaki kanan penulis yang berpijak duluan tersebut kepeleset, sehingga kaki kiri yang belum dapat pijakan spontan naik keatas dan brreeeettt….!!! kenapa hayo??yoa.. celana penulis yang khusus untuk kegiatan alam itu robek… duhhh,, piye iki. Dan lucunya, peserta yang berada di bawah penulis dan kebetulan cewek itu kaget melihat benda aneh berbalut kain (kolor wae!!) kepunyaan penulis yang mungkin belum pernah dilihatnya sebelumnya dan sontak cewek itu ikutan jatuh ke air lagi berbarengan dengan penulis. Wajah penulis langsung memerah dengan kejadian ini karena panitia dan semua peserta lainnya yang berada di situ tertawa sambil guling-gulingan dan ada juga yang loncat-loncatan(kayak mahasiswa yang sukses menurunkan BBM aja!!!??).

Namun apa boleh buat, penulis harus berjalan terus dengan kondisi seperti itu untuk mencari tempat yang sedikit aman untuk mengakalinya,,he…setelah memastikan keadaan di sekitar aman, dengan sigap penulis membungkus bagian yang robek dengan baju pulang basamo 07 karena baju itu dirasa sangat pas untuk menutupi aib ini. Dan setelah aib berhasil ditutupi, penulis melanjutkan perjalanan. Dan lagi-lagi jalur yang dilewati bertemu dengan perkebunan jagung yang sangat luas. Setelah berjalan lebih kurang 1 jam, pada pukul 07:00 (lebih kurang) akhirnya penulis sampai di pos 3. Di pos 3, penulis bertemu lagi dengan saudara Dhodie yang waktu diketemukan sedang santai sambil ngalai-ngalai. Menurut informasi dari peserta lain, kita tidak boleh untuk melanjutkan perjalanan karena untuk sampai ke pos 4 akan datang mobil truk dengan bergantian yang akan membawa seluruh peserta. Untuk memastikan informasi tersebut, penulis mencoba untuk mencari panitia yang berada di lokasi pos 3.

Ternyata memang benar adanya, jalur ke pos 3 ke pos 4 tidak ada routenya, sehingga para peserta akan dibawa dengan menggunakan mobil truk secara bergantian(alah dikecekkan dari tadi!!!nyinyia!!!???). Sambil menunggu antrean mobil dan kedatangan team KPA mersi yang diketuai oleh D ’oeT doank, kami berdua beristirahat sambil berbincang-bincang dengan peserta lain. Akhirnya Pada pukul 09:00(lebih kurang) D ’oeT n team sampai di pos 3. Kami bercerita tentang seputar kejadian di sepanjang perjalanan sambil berfoto-foto ria karena yang megang kamera adalah rombongan team. Setelah antrean sedikit berkurang, ketua umum panitia langsung turun ke lapangan untuk membuat alternatif pengangkutan lebih banyak, yaitu dengan menggunakan mobil super (kayak mobil nya alumni asrama). Dan karena kami adalah peserta yang di spesialkan oleh panitia, kami di berikan kesempatan untuk menaiki mobil tersebut sebagai rombongan pertama. Sebelum memulai perjalanan, pak Totho berdoa dulu sambil mengusap-usap body si mobil. Pak Totho berkata kepada kami bahwa dia bisa dan lihai mengemudikan segala jenis mobil dengan merek apapun. Tentu saja pernyataan bapak itu sedikit mengikis ketakutan kami yang sewaktu itu membanding-bandingkan jalur yang akan dilewati dengan kondisi mobil.

Setelah gas ditancap kami semua para penumpang baru mengerti akan hal yang sedikit terbesit dari pernyataan bapak Totho tersebut. Semua para penumpang bereaksi dengan berekspresi secara sendiri-sendiri untuk menyembunyikan ketakutannya karena pak Totho memang lihai dalam mengemudikan segala jenis mobil dengan merek apapun. Sesampainya di pos 4, kami meletakkan kartu start seperti sebelumnya dan kemudian terus melanjutkan perjalanan. Pos 4 adalah jalur terakhir untuk sampai di finish, dengan route yang lagi-lagi dan lagi…melewati perkebunan jagung warga setempat. Kali ini kami berjalan bersama-sama lagi, karena itu perjalanan menjadi lebih rame dan tentunya berwarna-warni. Jalan sambil mengobrol-obrol santai dan menikmati alam adalah kegiatan terbaik bagi penulis.

Sejenak, kami bersama melupakan semua permasalahan yang terjadi saat ini, mulai dari rencana kenaikan BBM, kalahnya tim Thomas Indonesia(OesMan!!jan pikian bana!!), target IPK kuliah, sampai kurangnya ongkos buat pulang ke Jogja(hihikhik) Karena melalui alam, kita banyak belajar tentang hidup dan kehidupan ini,, semoga..(huh,,bijak ni yee). Setelah berjalan lebih kurang 40 menit, kami menjumpai route sungai kering berbatuan yang di ujungnya ada sebuah bekas tempat air terjun, di penurunan ini kami dituntut untuk menuruni bebatuan licin dengan metode panjat tebing (seru dab!!!). Seperti biasa, kami harus melewati antrean yang ”lumayan” panjang untuk dapat menuruni bebatuan dengan metode panjat tebing ini(apa ya..istilah kerennya?? Tolong dong!!) setelah berhasil melewati tantangan ini, kami berjalan lagi menyusuri sungai kering berbatuan lebih kurang sejauh 200m. Sewaktu asyik berjalan, perjalanan kami terhenti karena di depan kami ada antrean yang lebih bbuannyuak lagi daripada antrean-antrean sebelumnya.

Setelah bertanya ke kiri dan ke kanan, ke depan dan ke belakang (goyang poco-poco mas??) kami mendapat informasi kalo itu adalah antrean untuk mengikuti flying fox(menyeberangi 2 lintasan di ketinggian). Kami pun harus rela untuk ikut dalam antrean yang sangat bejubel ini. Hanya keyakinan dan kesabaranlah yang membuat kami betah untuk mengantri di antrean kali ini. Setelah melewati suasana yang mengaduk-aduk semua jiwa dan raga kami, akhirnya kami sampai juga di lintasan flying fox. Tantangan flying fox ini adalah tantangan yang sangat berkesan bagi penulis. karena maklum, penulis baru kali itu mendapatkan kesempatan untuk berflying fox ria (he,,). Setelah semuanya selesai, kami langsung menuju ke garis finish yang lebih kurang hanya berjarak 70m dari area flying fox. Sesampainya di finish, kami disambut dengan senyum kompak dan hangat oleh panitia dan para peserta lainnya. Senyum yang seolah-olah mengatakan sebuah ucapan selamat kepada kami karena telah sampai di tujuan(finish)…
-SEKIAN-

Ops,,,, ada yang lupa!!Sewaktu terlantar di mesjid ada sekeluarga malaikat berwujud manusia yang telah menyelamatkan salah satu bagian tubuh kami???(perut tau…!!!). Kami sangat berterima kasih pada si Ibuk n Si Adhex yang cantik n imut yang telah menyelamatkan perut kami untuk bekal jalan pulang ke jogja. Sudah sangat Sulit rasanya nemuin orang2 kayak kalian di kota-kota saat ini…


Tidak ada komentar: